Senin, 02 September 2019

Kisah Misteri #part 1

Aku adalah pecinta cerita horor. Baik itu horor kisah fiktif ataupun kisah nyata, dari dulu aku pasti tertarik. Dan apabila ada orang yang menceritakan kisah horornya, aku selalu menawarkan diri untuk menjadi pendengar setia yang baik.  Bukan berarti aku ingin berhubungan dengan makhluk kasat mata itu, idih amit-amit, naudzubillahi mindzalik semoga tidak pernah terjadi.

Memang aku pernah ada pengalaman horor, tapi pengalamanku hanya sebatas mendengar suara-suara aneh atau suara tangisan dan semoga cukup sebatas itu.
Tapi aku selalu tertarik dengan kisah horor orang lain. Salah satunya seperti yang akan aku ceritakan sekarang ini.

1. Meet Up Dengan Hantu Gosong.

Kejadian ini dialami langsung oleh kakakku sendiri. Dia berwiraswasta dengan membuat tahu kuning khas Bandung. Cerita berawal ketika salah satu tetangga kakakku ada yang bunuh diri dengan membakar rumah beserta dirinya. Semua warga sekitar hendak menolong dan mencegah api berkobar lebih parah, namun tetangga tersebut enggan ditolong, bahkan sengaja mencegah warga menolong dirinya dengan menyiramkan air keras. Kata warga sekitar, tetangga tersebut memang pernah mengalami depresi berat karena masalah keluarga. (Pada bagian aku ngetik ini, tiba-tiba mati lampu wkekeke...)

Singkat cerita, tetangga itu meninggal dengan tubuh dan rumah hangus parah. Korban waktu dievakuasi benar-benar sudah menjadi tulang belulang. Awal malam setelah kejadian itu sempat membuat warga enggan untuk keluar malam, karena suasana malam yang seperti tidak biasanya. Dan benar saja, beberapa hari setelah kejadian warga tiap malam diteror dengan suara ketuk pintu, setiap malam dan setiap rumah. Ketika pintu dibuka, tidak ada siapa-siapa.

Bahkan, ada beberapa warga yang tidak tau kalau tetangga itu sudah meninggal kebetulan secara tidak sengaja berpapasan, ketika ditanya, almarhum itu hanya diam saja. Hanya wajahnya terlihat sangat pucat dan bau tubuhnya seperti yang terbakar. Ketika esok harinya ditanyakan, warga yang sebelumnya berpapasan dengan almarhum kaget bukan kepalang mendengar almarhum sudah meninggal. Cerita horor itu menyebar dan warga tidak ada yang berani keluar malam.

Teror yang dibuat almarhum semakin ekstrim. Selain menggedor pintu, warga mendengar suara almarhum meminta tolong.
"Tulungan urang... Tulungan urang. Teangkeun suku urang" (Tolong saya... Tolongin saya. Carikan kaki saya).
Malam itu benar-benar mencekam bagi warga.
Esoknya, warga datang pada keluarga almarhum dan menceritakan semua kejadian. Lalu salah satu anak almarhum kembali ke lokasi kejadian dan mencari hal yang diinginkan almarhum. Dan tidak lama, anaknya menemukan tulang kaki betis yang tertinggal.

Setelah itu pun teror tidak mereda, karena almarhum masih saja mengganggu warga sekitar. Seperti yang dialami pak Bejo, anggap aja namanya itu. Waktu menunjukan pukul 10 malam ketika pak Bejo keluar rumah untuk sekedar nongkrong sambil merokok dengan tangan asyik memainkan handphonenya di kursi panjang depan warung yang sudah tutup.
Tak lama datang seseorang meminta izin untuk ikut duduk di samping pak Bejo.
"Punteh ah, kang ngiring calik" (Permisi, kang numpang duduk) ujar orang yang baru datang. Tanpa melihat dan mengidahkan orang itu, pak Bejo mempersilahkan.
"Mangga kang" (Silakan, kang)
Pandangan pak Bejo tetap fokus pada layar handphonenya.

Pak Bejo tetap asyik dengan handphonenya sampai tersadar ada aroma gosong yang tercium. Pak Bejo mencari-cari asal bau gosong tersebut.
"Kunaon, kang?" (Kenapa,kang?) tanya orang yang disamping pak Bejo.
"Asa bau daging tutung, bau hangit" (Kayak bau daging gosong, bau gosong banget) jawab pak Bejo tanpa menoleh ke arah orang yang bertanya.
"Bauna di abi sanes, kang?" (Baunya berasal dari saya bukan, kang?) Pak Bejo sesaat heran dengan ucapan orang disebelahnya, lalu perlahan menoleh.

Dan seketika pak Bejo terlonjak kaget melihat orang yang disampingnya. Badannya gosong dan wajahnya meleleh dengan mata sebelah hampir keluar.
"Bau tutung di abi nya, kang?" (Bau gosong saya ya, kang?). Pak Bejo seketika langsung lari terbirit-birit. Bukannya masuk ke rumahnya, pak Bejo malah lari menjauhi rumahnya dan masuk ke pabrik tahu tempat usaha kakakku.
Dengan nafas terengah-engah dan wajah yang pucat.

Kakakku yang heran melihat orang yang tiba-tiba masuk ke pabriknya menghampiri.
"Aya naon, kang?" (Ada apa, kang?)
Pak Bejo tidak langsung menjawab, nafasnya masih terengah-engah tetap dengan wajah pucat. Kakakku lalu mengambil air minum dan memberikannya ada pak Bejo. Setelah dirasa tenang, pak Bejo menceritakan semua yang dialami.
"Naha atuh kang malah lumpat kadieu, sanes lumpat leubeut ka bumi?" (Kenapa malah lari kesini, kang? bukannya lari masuk rumah akang?)
"Panik, kang" jawab pak Bejo.

Besoknya semua warga yang merasa terganggu dengan almarhuma yang gentanyangan mendatangi rumah pak RT untuk melakukan tindakan. Dan saran dari warga agar keluarganya bisa menyempurnakan almarhum agar bisa tenang.  Lalu dipanggillah pak Haji untuk menyempurnakan almarhum agar tidak mengganggu warga sekitar lagi.

Jumat, 19 Juli 2019

Ayah....

"Tuhan tolonglah sampaikan sejuta sayangku untuknya
Ku terus berjanji tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuhi semua maumu"

Ada setangkup rasa yang tiba-tiba menyeruak dalam hati ketika senandung lagu itu diputar. Seketika melow. Seketika ada perasaan was-was, perasaan takut, dan perasaan-perasaan lain yang tiba-tiba hinggap di kepala. Dadaku seketika bergemuruh. Sedih dan sakit.

Aku selalu merasa kalau ayahku selalu dalam keadaan baik-baik saja. Meskipun sudah sepuh, tapi fisiknya selalu bugar? atau aku yang tidak peka? bahwa sebenarnya ada rasa sakit yang dirasanya?

Aku menyadari setiap perubahan pada dirinya. Rambut hitam berubah putih, kerut wajah semakin kentara. Wajah lelah termakan usia. Dan aku tetap berpikir, ayahku baik-baik saja.

Sampai ketika, tiba-tiba kesehatannya menurun sampai harus di rawat di rumah sakit. Aku panik, sedih, khawatir bercampur menjadi satu. Segala pikiran negatif pun berlomba-lomba unjuk gigi, dan segala doa serta permohonanku pun memberondong, pada Sang Khaliq.

"Allahu Rabb... sembuhkan ayahku. Limpahkan rasa sakit dirinya padaku. Gantikan umur pendeknya (jikakalau pendek) padaku, dan umur panjangku (jikalau panjang) padanya. Aku ikhlas."
Doaku.

Aku menatap ayah yang terbaring dengan pandangan nanar. Semakin jelas kerutan tergambar di wajahnya. Semakin terlihat usia yang termakan waktu. Wajah yang membuktikan banyak cerita perih getir yang dilaluinya. Pandanganku semakin nanar diiringi linangan air mata.

Allahu Rabb, sehatkan ayahku sampai batas waktu yang Engkau berikan padanya, tanpa ada rasa sakit yang menyertai. Cukuplah dulu ibuku yang Engkau panggil terlebih dahulu, karena Engkau begitu menyayanginya. Biarkan ku berikan baktiku dulu padanya sampai batas baktiku terhenti karena waktu.

RABBIGHFIRLII WALI WAALIDAYYA WARHAM HUMMA KAMAA RABBAYAANII SHAGHIIRAA.