Rabu, 08 Oktober 2014

Kau bukan untukku...

Valentine, Kau Memang Bukan Untukku...

Valentine is coming. Seperti tahun-tahun sebelumnya, dimana-mana penuh dengan hiasan warna pink. Di mall-mall semua barang atau baju yang dipamerkan bernuansa pink, mulai dari kado berbentuk hati dengan pita pink, baju atau sepatu yang disenadakan dengan tema bulan kasih sayang yang biasa disebut valentine pun dipajang bahkan asesoris yang terkecil pun tak luput dari 'sindrom' pink. Aku sempat kagum dengan warna pink, karena diantara semua warna yang ada hanya warna pink-lah yang mempunyai satu hari spesial dalam satu tahun dan paling digandrungi setiap orang terutama anak-anak remaja.
“Semua serba pink. Mulai dari baju, sepatu, asesoris bahkan toko-toko atau mall pun mendadak disulap menjadi nuansa warna pink. Cuma perabotan dapur saja kali yang nggak ada warna pink“ cerocos Nitnot, teman sekelasku. Aku tersenyum mendengarnya.
“Iyalah. Mana ada kompor warna pink, panci atau wajan pink kecuali kalau lu bikin sendiri spesial edisi valentine“ timpal Novi.
“Iya, dari dulu kan warna panci atau wajan kalau nggak silver, ya hitam, nggak ada warna lain“
“Emang ada panci atau wajan warna hitam?“ tanya Novi heran.
“Ada lah. Itu panci yang udah gosong soalnya lama dipake buat masak. Gosongnya juga cuma dipantatnya doang lagi hehehe...” Nitnot ngakak melihat ekpresi wajah masam Novi.
Aku hanya tersenyum mendengar ocehan kedua sahabatku itu.
Suasana kantin sekolah nampak lain. Bukan karena ikut-ikutan bernuansa pink tapi lebih melihat para siswi-siswi cewek yang tampak lain dari biasanya. Dari asesoris yang dipakai sampai obrolan pun membahas hal sama semua. Valentine days. Mungkin karena sekarang bulan februari maka tema obrolan para remaja pun tak jauh dari valentine, coklat, atau kado yang dinanti dari sang pacar. Kado yang berupa barang atau berupa kencan semalam. Bahkan kemarin-kemarin dalam surat kabar yang aku baca sempat ada kabar sebuah toko coklat yang didemo para warga mengenai kado valentine. Apa sebab sampai toko coklat tersebut didemo warga? Ternyata, entah ide dari si pemilik toko atau siapa, setiap pembelian coklat di toko tersebut akan mendapat satu bungkus alat kontrasepsi alias kondom. Naudzubillah. Bukankah itu berarti toko tersebut menyarankan atau memberi peluang bagi kaum remaja di hari yang disebut-sebut sebagai hari kasih sayang itu untuk melakukan hal tidak senonoh sebelum waktunya? Mungkin hal tersebut yang memicu kemarahan warga atas tindakan toko tersebut.
“Kenapa harus warna pink, sih?” tanya Nitnot tiba-tiba. Pandangannya mengedar keseluruh ruangan kantin. Diperhatikannya satu persatu tingkah dan obrolan siswi lain.
“Kenapa nggak warna hitam atau warna lain?” timpalnya lagi.
“Karena warna hitam udah dipake Deddy corbuzeir. Norak kali kalau melihat seorang Deddy sang mentalist memakai warna pink” jawab Novi sekenanya. Disantapnya dengan lahap bakso yang terhidang didepannya. Nitnot manyun.

Aku termenung. Tiba-tiba ingatanku tertuju pada Andri, seorang sahabat sekaligus seseorang yang aku cinta. Meskipun terlambat aku menyadarinya. Valentine hampir tiba tapi aku belum menyiapkan apa-apa untuk sekedar memberi sesuatu di hari kasih sayang itu. Tapi aku ragu kalau Andri mau menerima pemberianku setelah memiliki gadis lain yang dia sayangi, bukan aku. Aku tahu, Andri menjauh karena kesalahanku, Andri acuh karena keegoisanku. Tak sedikitpun aku mau mengerti perasaannya. Aku menyesal, sungguh aku menyesal. Dalam termenung, siluet-siluet masa lalu menyeretku pada kenanganku bersama Andri dimana hari-hari dalam beberapa tahun ini aku habiskan bersamanya sebagai seorang 'sahabat’, pada awalnya dan berubah menjadi perasaan cinta pada akhirnya. Itupun aku terlambat menyadari perasaanku karena dia telah ada yang memiliki.
Rasa sayang akan terasa berbeda tergantung bagaimana kita memaknai. Dari rasa sayang terhadap orang tua, pacar, ataupun sahabat sekalipun mempunyai porsi yang berbeda-beda tergantung hati yang menyampaikan. Dan pada dasarnya setiap detiknya hati manusia bisa berubah. Itulah bukti kuasa Tuhan sebagai Dzat Maha Membolak-balikkan hati manusia.
Bukan karena sekarang bulan 'kasih sayang' atau biasa disebut 'valentine' lalu akupun terkena syndrom merah jambu dengan ikut-ikutan mengumbar keromantisan terhadap orang yang disayang atau dengan memakai baju beserta asesoris dengan nuansa merah jambu, tidak. Apalagi aku yang notabene berstatus 'high quality jomblo' ini merasa tidak ada gunanya terkena latah hari merah jambu itu. Ya, tidak berguna karena pada siapa aku memberikan rasa sayang yang spesial itu? Secara aku jomblo. Memang sih, rasa sayang tidak harus ditujukan pada pacar saja, tapi pada orang-orang disekitar kita juga bisa, contohnnya memberikan rasa sayang terhadap sahabat mungkin.
Dan mendengar kata sahabat pikiranku langsung tertuju pada seorang cowok yang selalu menemani hari-hariku tanpa aku minta.  Andrian namanya, orang yang aku sebut sebagai sahabat itu. Seorang sahabat yang care, selalu melimpahkan rasa sayang dan perhatiannya. Seorang sahabat yang peduli, selalu berusaha ada ketika dibutuhkan. Dan seorang sahabat yang menyenangkan, selalu menjadi hiburan disegala suasana. Dia tidak pernah mengeluh ketika kupingnya aku jejali dengan curhatan dan keluhanku atau sekedar menemaniku ke tempat yang aku suka. Dia selalu sabar dengan sikapku yang terkadang cuek dan terkesan egois. Aku selalu merasa nyaman untuk selalu berada di dekatnya, sebagai seorang sahabat- tak lebih.Pernah suatu ketika ada beberapa teman yang berceloteh menyatakan hal yang sama, dan jawabanku selalu sama pula.
“Wah, kalian makin lengket saja. Kenapa nggak diresmikan saja hubungannya? Jadian gitu.” Aku tersenyum mendengar pertanyaan yang sama dari mulut yang berbeda.“Kita sampai kapan pun cuma sahabat, nggak lebih“ Ucapku kala itu.
Dan aku tidak memperdulikan perasaan Andrian seperti apa ketika mendengar jawabanku yang sama dari pertanyaan tiap mulut yang berbeda itu. Meng-iya-kankah? Marah? Atau kecewa? Aku tidak tahu dan rasa egoisku mengatakan aku tidak ingin memperdulikan hal itu. Dikamusku tidak ada istilah 'dari temen menjadi demen'. Bermula dari sahabat akan tetap menjadi sahabat.
Ternyata Tuhan berkehendak lain terhadap perasaanku, karena satu tahun terakhir ini aku merasakan rasa sayang yang berbeda dari biasanya. Tuhan mengujiku dengan memberikan rasa sayang terhadap laki-laki yang hampir empat tahun ini aku sebut sebagai 'sahabat' dengan mengubah rasa sayang yang aku sinyalir sebagai 'sayang seorang sahabat ' menjadi rasa 'sayang' yang disertai perasaan 'egois', ingin memiliki seutuhnya. Rasa sayang yang melebihi rasa suka dan cinta. Rasa sayang yang menguras emosi. Aku menyadari itu semua ketika kehilangan perhatian Andrian. Entah apa yang terjadi, Andrian berubah sikap seratus delapan puluh derajat padaku. Sering menghindar ketika kuhampiri, sering menolak ketika aku mengajaknya jalan dan rasa perhatiannya pun tak lagi kurasakan. Aku tidak tahu apa yang membuat Andrian seolah menjauhiku.
Dan akhirnya aku tahu alasan kenapa Andrian berubah sikap padaku. Aku memergoki dia bersama seorang gadis. Ah, ternyata dia tengah dekat dengan gadis lain yang aku pun mengenalnya walau sepintas lewat. Campur aduk perasaanku saat itu. Ingin marah, kecewa, sedih dan perasaan lain yang tak bisa diungkapkan. Kenapa dia tidak jujur saja padaku kalau ada gadis lain disampingnya. Kenapa hanya diam dan menghindar seolah keberadaanku tak pernah ada. Kenapa dan kenapa selalu jadi tanya hatiku. Sedih tapi tak bisa aku ungkapkan.
“Sikapmu berubah, kenapa?” tanyaku suatu hari.
“Kenapa? Tanya saja pada dirimu sendiri“ jawabnya acuh.
“Kenapa kamu seolah menyalahkanku dengan perubahan sikap kamu? Salah aku apa?”Andrian diam, tak menyahut.
“Aku nggak suka kamu dekat dengan dia?”
“Kenapa? Kita kan cuma sahabat jadi nggak masalah, kan aku dekat dengan cewek manapun“ ucapnya seraya menatapku lekat lalu beranjak pergi meninggalkanku.
Aku termangu mendengarnya, baru menyadari sesuatu. Ternyata Andrian marah dengan ucapanku tempo hari. Marah karena aku selalu menganggapnya sebagai sahabat? Apa itu berarti Andrian memiliki perasaan yang berbeda sama halnya denganku? Perasaan yang berbeda untuk menjadi seorang sahabat?Semakin hari keberadaanku semakin tersisihkan karena kehadiran gadis itu yang telah mengusik perhatiannya. Aku sempat bertanya dan marah dengan perubahan sikap dia terhadapku. Dia hanya menjawab singkat 'kita hanya sahabat, kan?.Aku hanya bisa diam. Diam ketika semakin hari melihat dia semakin dekat dengan gadis itu. Kenapa aku terlambat menyadari perasaanku ketika dia sudah berpaling pada gadis lain. Menyadari bahwa sebenarnya aku menyayangi dia bukan hanya sekedar sahabat“Hai! melamun saja. Udah bel, kita masuk kelas, yuk” ujar Novi membuyarkan lamunanku.
Aku mengangguk pelan lalu beranjak melangkah mengikuti Novi dan Nitnot.
Pagi itu semua tampak sibuk dengan adanya acara valentine night party. Mulai dari panitia penyenggara, yang notabene anak dari kepala yayasan sekolahku itu sampai dari para siswa-siswinya. Ada yang sibuk membicarakan masalah kostum bahkan sampai sibuk mencari gebetan buat teman kencan di party nanti.
“Miris aku melihat mereka. Valentine yang jelas-jelas bukan budaya ataupun tradisi kita tapi begitu digemborkan perayaannya sampai menjadi budaya tiap tahunnya. Lalu bagaimana dengan maulud Nabi yang jelas-jelas lebih harus diutamakan? Cuma segelintir orang yang merayakannya.” kata Aisyah, teman sebangku tiba-tiba berkomentar. Aku hanya tersenyum, tak menyahut. Wajar Aisyah berkata seperti itu. Dia seorang aktifis dakwah dan rajin ikut rohis disekolah. Kerudung panjangnya membuat dia terlihat alim dan wibawa. Seorang yang shalehah, itu setidaknya menurut pendapatku tentang dia.
“Heran, deh kenapa orang-orang begitu antusias dengan adanya valentine. Itu kan perayaan agama lain untuk memperingati seorang yang dianggap suci” ujarnya lagi.
“Budaya latah udah jadi kebiasaan orang indonesia, Aisyah. Lagipula biarin saja, ambil positifnya” kataku menimpali ucapannya.
“Sebenarnya mereka tahu nggak, sih sejarah valentine itu seperti apa? Valentine itu budaya orang pada jaman romawi” ujarnya lagi setengah bertanya.
Aku melirik Aisyah seraya mengerutkan kening. Aku sendiri pun tidak tahu sejarah adanya hari valentine itu apa. Aku cuma sebatas ikut-ikutan saja.
“Kamu tahu makna dari kata 'be my valentine'?” tanya Aisyah.
Aku menggeleng pelan.
“Kata valentine berasal dari kata latin yang berarti 'Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa'. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan lupercus, tuhan orang romawi. Maka disadari atau tidak jika kita meminta 'to be my valentine' itu berarti memintanya menjadi 'Sang Maha Kuasa' dan itu bagi islam merupakan hal 'syirik'.” cerocosnya panjang lebar.
Aku melongo mendengarnya. Kagum dengan pengetahuan dia yang sampai valentine pun sejarahnya dicari.
“Kamu tahu darimana?” tanyaku heran.
“Dari mbah Google. Banyak kok artikel mengenai valentine” jawabnya singkat.
“Sumber lain juga ada yang mengatakan bahwa 14 februari ditetapkan sebagai hari raya peringatan Santo Valentinus. Santo Valentinus adalah seorang calon uskup Roma pada tahun 143. Dihubungkannya hari raya santo valentinus dengan cinta romantis adalah pada abad ke-14 di Inggris dipercayai bahwa 14 februari adalah hari ketika burung mencari pasangan untuk kawin. Jadi yakini kalau valentine bukan tradisi islam.” ujarnya lagi melanjutkan.
Aku semakin terbengong. Kagum. Dan entah kenapa, ada sesuatu yang mengalir sejuk dalam hatiku. Kumantapkan hati untuk tidak ikut-ikutan bervalentine ria. Itu bukan budayaku. Lalu bagaimana dengan niat memberi sesuatu pada Andri? Rasa sayangku pada Andri atau Andrian permana tidak berpaku pada valentine saja kok. Tapi murni dari hatiku.

Suasana sore hari ini disekolah tidak seperti sore-sore sebelumnya yang tampak sepi seusai semua siswa pulang, tapi kebalikannya suasana tampak rame. Mungkin karena akan dimulainya acara valentine-an nanti malam di aula sekolah. Seperti Nitnot dan novi, aku pun tidak berniat untuk ikut serta dalam acara itu. Toh, bagi kami kasih sayang tidak harus diberikan pada satu hari saja, tapi setiap hari, menit bahkan tiap detik pada orang-orang terkasih kami.
Aku berjalan di koridor, melewati kelas demi kelas menuju gerbang keluar. Hatiku tak menentu, entah harus bersikap bagaimana di depan Andri. Rasa tak rela bahwa Andri kenyataannya telah punya kekasih semakin memuncak. Tak bisa aku bayangkan ketika Andri memberikan kado terindah di hari kasih sayang pada orang lain, bukan aku seperti sebelum-sebelumnya. Mataku mulai berkaca-kaca. Ada rasa dihati ini seperti ditusuk sembilu.

Langkahku terhenti ketika kulihat ada dua sosok yang tengah berdiri dekat gerbang keluar. Hatiku semakin terasa ditusuk ketika tahu sosok itu adalah Andri dan pacarnya. Tampak mesra terlihat. Andri terlihat membelai rambut gadis yang berada di depannya. Senyum lebar tercipta disela bicaranya. Aku rindu perlakuannya yang seperti itu. Sikapnya itu harusnya untukku bukan dia. Tanpa sadar airmataku mengalir deras dipelupuk mata. Sakit.
'Tuhan, katakanlah rasa didiri ini bukan cinta, biarlah bersahabat saja karena saat ini nggak akan pernah aku miliki semua cinta didirinya. Mungkin, mengharapkan sesuatu yang tak pernah mungkin terjadi yaitu memaksanya untuk mencintaiku.'
“Kenapa menangis?” tanya seseorang yang membuatku kaget. Segera aku usap airmata yang sempat mengalir dipelupuk. Aku menoleh ke arah suara. Ternyata Aisyah, si ustadzah cantik.
Aku tersenyum tipis seraya menggeleng pelan sebagai jawaban atas pertanyaannya. Aisyah menatapku lekat lalu beralih menatap dua sosok yang berdiri didepan gerbang yang sedari tadi aku perhatikan.
“Berhati-hati dengan hati bila mulai bermain hati” ucapnya seraya tersenyum.
“Maksud kamu apa?” tanyaku kurang mengerti dengan ucapannya.
“Cinta itu abstrak. Bila salah mengartikan cinta bukan bahagia yang didapat melainkan rasa sakit” jawabnya?”
“Kamu mencintai Andrian, kan?” lanjutnya lagi. Aku terdiam tak menyahut. Mataku kembali berkaca-kaca.
“Aku sedikit beri saran, ya mudah-mudahan bisa menenangkan hati kamu. Mari ikut aku”
Aku berjalan mengikuti langkahnya. Kami berjalan menuju taman sekolah yang meskipun kecil tapi tampak indah.
“Mencintai. Sebaiknya nggak terlalu memusingkan itu, karena itu bukan kuasa kita. Mencintai itu urusan hati, sedangkan Allah membentengi manusia dengan hatinya. Jadi hati itu bukan kita yang ngatur, tapi Allah. Ketika kita mencintai sesuatu, itu bukan karena kita menginginkannya tapi karena Allah yang menganugrahkan perasaan itu kepada kita” ucapnya mengawali obrolan.
Aku terdiam. Aisyah menatapku seraya tersenyum.
“Aku baru menyadari kalau yang aku rasakan bukan sayang terhadap sahabat melainkan rasa sayang terhadap lawan jenis. Tapi sayang, rasa sayangku cukup aku tunjukan dalam diam. Dia sudah ada yang memiliki.” ujarku akhirnya mengungkapkan isi hati. Curhat.
“Pernah dengar, kan hadist yang berbunyi 'cintailah seseorang sekedarnya saja, karena engkau tidak akan tahu kapan cinta itu akan lenyap darimu dan bencilah seseorang sekedarnya saja, karena engkau tidak akan tahu kapan engkau akan kembali mencintainya'. Jadi, mencintai seseorang sekedarnya saja”
Aku mengangguk.
“Hati itu sensitif. Kamu mungkin tidak tahu karena belum pernah merasakan hal yang aku rasakan. Bagi kamu, mencintai seseorang harus dalam proses ta'aruf jadi tidak merasakan posisi yang aku alami.” ucapku dengan air mata yang mulai kembali menetes.
“Empat tahun aku bersamanya, dalam sebuah ikatan 'sahabat' sangat tidak mungkin kalau aku tidak sayang padanya. Bahkan sekarang aku malah mencintainya sebagai seorang gadis terhadap laki-laki, bukan sebagai sahabat. Tapi, kenyataan yang ada aku terlambat menyadari perasaanku ini, dia udah berpaling dariku dengan rasa benci. Jujur, aku nggak rela dia bersama gadis lain” cerocosku.
Aisyah terdiam. Lalu tersenyum seraya menggenggam tanganku.
“Lalu, kenapa tidak kamu relakan saja rasa tak terimamu pada apa yang tak baik untukmu? Jika sulit, endapkan beberapa saat rasa tak terimamu pada apa yang kau jalani. Allah tahu yang terbaik bagi hamba-Nya. Allah nggak selalu memberikan apa yang kita inginkan, tapi yakinlah Allah selalu memberikan yang kita butuhkan. Semoga Allah menggantikan yang hilang dan yang telah pergi. Semoga Allah memberi kesabaran di hati. Jodoh kita tidak tahu, maka jalanilah seperti apa adanya”
Aku tertegun pada tiap kata yang diucapkan Aisyah. Sungguh bijak dan menyejukkan. Kata-katanya benar-benar menusuk kedalam hati, melebihi ketika aku melihat Andri bersama gadis lain. Tapi tidak menyakitkan melainkan perlahan ada perasaan damai yang entah bagaimana aku mengungkapkannya.
“Tapi semua itu tidak akan semudah diucapkan, Aisyah. Hati itu rapuh. Aku tidak bisa memaksakan untuk berhenti mencintainya.”
Untuk kesekian kalinya Aisyah tersenyum.
“Tidak perlu memaksakan, berusahalah semampunya lalu biarkan semua berjalan apa adanya. Yakinilah apapun pasti indah pada waktunya. Bahagia itu akan hadir dengan sendirinya disaat kamu mau mencoba untuk mengerti dan ikhlas.”

Langkahku terasa ringan. Semua kata-kata Aisyah sungguh mengena di hati. Menyadarkanku untuk tidak berlebihan dalam sesuatu termasuk dalam mencintai. Kusadari satu hal, meski ia nyaris menghampiri kita, meski kita mati-matian mengusahakannya tetapi apa yang memang bukan milik kita, ia tidak akan kita miliki maka sudahlah jangan menangisi apa yang bukan milik kita. Andri yang selalu aku anggap sebagai 'valentine-ku' ternyata sesuatu yang abstrak. Sesuatu yang terlihat tapi tak terjangkau. Suatu kebodohan bila aku menyesali bahwa Andri tak bisa aku miliki dan suatu kekeliruan bila harus menangisi orang yang bukan untukku. Aku tidak mau bila nantinya atas akal kita bertindak tapi hati yang menanggung akibatnya. Tak kusangka sosok yang tak terduga yang menjadi 'valentine-ku' ternyata Aisyah bukan Andri.
Ah, valentine, kamu memang bukan untukku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar